Polusi Udara dan Implikasinya terhadap Kesehatan
Menurut World Bank, 70 persen sumber pencemar berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang tinggi menyebabkan pencemaran udara di Indonesia menjadi sangat serius. Saat ini terdapat lebih dari 20 juta unit kendaraan bermotor di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 4 juta unit diantaranya berseliweran di jalanan Jakarta.
Kajian JICA (Japan International Cooperation Agency) tahun 1996 menyebutkan bahwa penyumbang zat-zat pencemar terbesar di Jakarta adalah kendaraan pribadi. Zat-zat pencemar tersebut diantaranya karbon monoksida (CO) sebesar 58 persen, nitrogen oksida (Nox) 54 persen, hidrokarbon 88,8 persen, dan timbel (Pb) 90 persen. Zat pencemar lain adalah sulfur oksida (Sox) yang banyak disumbangkan oleh kendaraan bus, truk, dan kendaraan berbahan bakar solar lainnya, sekitar 35 persen.
Sekjen Sustran Network for Asia and the Pacific (Jaringan Kegiatan Transportasi Berkelanjutan untuk Asia dan Pasifik) Bambang Susantono mengatakan gaya hidup masyarakat perkotaan dan perilaku ugal-ugalan dalam berkendaraan ikut mempengaruhi tingginya tingkat pencemaran udara di Jakarta. Gaya hidup boros itu terlihat dari kebiasaan menggunakan satu mobil untuk tiap anggota keluarga. Hal itu menyebabkan pemborosan pemakaian BBM, dan akhirnya berdampak pada pencemaran udara.
Kondisi demikian diperparah tidak seimbangnya antara pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor dengan pertambahan jalan raya. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di kota-kota besar Indonesia berkisar antara 8-12 persen per tahun, sedang pertambahan jalan raya hanya 3-5 persen saja. Keadaan ini mengakibatkan kemacetan di jalan-jalan yang akhirnya polusi udara juga meningkat, apalagi emisi gas buang kendaraan bermotor yang langsam dan merayap (macet) berbeda 12 kalinya dibanding saat kendaraan berjalan normal atau lancar.
Dampak terhadap kesehatan
Berbagai zat pencemar yang beterbangan di udara tersebut akan sangat merugikan dan berdampak negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungannya. Akibat ini secara nyata sudah dirasakan oleh masyarakat, sebagai contoh, efek toksik pada timbel dapat mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernakan, dan sistem saraf.
Kandungan timbel juga menurunkan tingkat kecerdasan atau IQ terutama pada anak-anak, menurunkan fertilitas dan kualitas spermatozoa. Gangguan kesehatan akibat zat-zat pencemar seperti gangguan pada syaraf dan ketidak-nyamanan kini menghantui masyarakat kita, apalagi WHO memperkirakan 800.000 kematian pertahun di dunia diakibatkan polusi udara.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mabes Polri dan FKUI pada tahun 1995 juga mengungkapkan besarnya pengaruh timbel (Pb) dari emisi kendaraan bermotor terhadap kualitas air mani polisi lalu lintas di Jakarta. Penelitian itu melibatkan 232 orang polisi lalu lintas yang bekerja di tepi jalan raya dibandingkan dengan 58 orang polisi lalu lintas yang bekerja di kantor.
Hasil pengukuran timbel urine secara keseluruhan 266,5 ug Pb/I urine, juga lebih tinggi dari yang diperbolehkan, yakni 65 ug Pb/I urine. Temuan kualitas air mani pada penelitian itu, jika dibandingkan standar baku WHO (standar normal), derajat keasaman (pH) semen (air mani) mempunyai nilai lebih besar dari standar normal (8,4 vs 7,2-7,8).
Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 di Surabaya oleh UI dan GTZ juga tidak kalah mengkhawatirkan bahkan lebih mencengangkan. Dari penelitian yang melibatkan 94 ibu hamil itu, diketahui kadar timbel dalam darah sebesar 42 Ug/dL yang jauh melebihi ambang batas yaitu 20 Ug/dL. Demikian juga analisis yang dilakukan terhadap air susu mereka, diperoleh hasil kadar timbel sebesar 54 Ug/dL, atau lebih dari 10 kali lipat ambang batas yang diizinkan, yakni 0,5 Ug/Dl.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Universitas Brigham Young dan Universitas New York seperti dimuat pada jurnal The American Medical Association, dengan melibatkan data kesehatan 500.000 penduduk urban sejak tahun 1982-1998, mengungkapkan bahwa mereka yang terpapar polusi udara jangka panjang - terutama jelaga yang dikeluarkan oleh industri dan knalpot kendaraan - meningkatkan risiko terkena kanker paru. Paparan polusi udara ini sama bahayanya dengan hidup bersama seorang perokok dan terkena asapnya setiap hari.
Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa kanker paru merupakan penyebab kematian tertinggi. Hampir 90% pengidap kanker paru tidak bisa diselamatkan, karena jika sudah akut, dengan mudah kanker akan menyebar ke jaringan tubuh sekelilingnya seperti hati, tulang belakang, dan otak melalui pembuluh darah. Kanker paru telah membunuh lebih dari sejuta orang setiap tahunnya, dan saat ini menjadi pembunuh utama.
Anak-anak merupakan kelompok sensitif terhadap timbel karena mereka lebih peka dan lima kali lebih mudah menyerap timbel daripada orang dewasa. Menurut Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, dalam sebuah seminar tentang ”Mewaspadai Efek Kesehatan BBM dari Bensin Bertimbel” bulan Februari yang lalu, sekitar 42 sampai 48 persen anak di Jakarta menghirup timbel yang bersumber dari asap pencemaran udara. Timbel padahal bersifat persistent dalam tubuh manusia, dan memiliki sifat neurotoksik dan karsinogenik sehingga bisa mengganggu sistem saraf pusat, sistem fungsi ginjal, dan pertumbuhan tulang.
Timbel sebagai bahan yang tidak dapat terurai di alam tidak akan hilang, dan akan terakumulasi di tempat-tempat deposit. Secara biologis, zat itu tidak memberi keuntungan bagi tubuh manusia, terutama kelompok penduduk di atas. Lebih jauh, kelompok yang menghirup pencemar udara yang mengandung bahan logam atau timbel akan menimbulkan penyakit perut, muntah, atau diare akut. Gejala keracuan akut kronis bisa menyebabkan hilangnya nafsu makan, konstipasi, lelah, sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, kejang, dan gangguan penglihatan.
Dampak Polusi Asap Kendaraan bagi Kesehatan
Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, lalu lintas dalam hal ini kendaraan bermotor, mempunyai andil yang sangat besar dalam memberikan kontribusi pada polusi udara. Konstribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%, bandingkan dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan sisanya berasal dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan/ladang dan lain-lain.
Asap Kendaraan Bermotor mengganggu Kesehatan
Polusi udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia melalui berbagai cara, antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai faktor pencetus sejumlah penyakit. Kelompok yang terkena terutama bayi, orang tua dan golongan berpenghasilan rendah biasanya tinggal di kota-kota besar dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk.
Terdapat korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit bronchitis kronik (menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan tertinggi sebagai penyebab dari penyakit pernafasan menahun, sulfur oksida, asam sulfur, pertikulat dan nitrogen dioksida telah menunjukkan sebagai penyebab dan pencetus asthma brochiale, bronchitis menahun dan emphysema paru
Hasil-hasil penelitian di Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan bronchitis kronik menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur antara 40-60 tahun dan keadaan ini berhubungan dengan merokok dan tinggal di daerah perkotaan yang udaranya tercemar.
Khusus polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tak ramah lingkungan, terutama karena masih mengandung sejumlah Pb, dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumberdaya manusia, karena akan menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak. Celakanya, timbel tidak hanya terserap lewat saluran pernapasan. Kini banyak tanaman yang mengandung residu Pb, akibat polusi udara oleh bahan kimia ini.
WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of Measurement telah menentapkan beberapa tingkat konsentrasi polusi udara dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan maupun lingkungan sebagai berikut:
Tingkat I: Konsentrasi dan waktu expose yang tidak ditemui akibat apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tingkat II: Konsentrasi yang mungkin dapat ditemui iritasi pada pencaindera, akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau akibat-akibat lain yang merugikan pada lingkungan (adverse level).
Tingkat III: Konsentari yang mungkin menimbulkan hambatan pada fungsi-fungsi faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level).
Tingkat IV: Konsentrasi yang mungkin menimbulkan penyakit akut atau kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).
Penyakit
Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh polusi udara adalah:
1. Bronchitis kronika. Pengaruh pada wanita maupun pria kurang lebih sama. Hal ini membuktikan prevalensinya tak dipengaruhi oleh macam pekerjaan sehari-hari. Dengan membersihkan udara dapat terjadi penurunan 40% dari angka mortalitas.
2. Emphysema pulmonum.
3. Bronchopneumonia.
4. Asthma bronchiale.
5. Cor pulmonale kronikum.
Di daerah industri, Czechoslovakia umpamanya, dapat ditemukan prevalensi tinggi penyakit ini. Demikian juga di India bagian utara, penduduk tinggal di rumah-rumah tanah liat tanpa jendela dan menggunakan kayu api untuk pemanas rumah.
6. Kanker paru. Stocks & Campbell menemukan mortalitas pada non-smokers di daerah kota 10 kali lebih besar daripada daerah rural.
7. Penyakit jantung, juga ditemukan dua kali lebih besar morbiditasnya di daerah dengan polusi udara tinggi. Karbon-monoksida ternyata dapat menyebabkan bahaya pada jantung, apalagi bila telah ada tanda-tanda penyakit jantung ischemik sebelumnya. Afinitas CO terhadap hemoglobin adalah 210 kali lebih besar daripada O2 sehingga bila kadar CO Hb sama atau lebih besar dari 50%, akan dapat terjadi nekrosis otot jantung. Kadar lebih rendah dari itu pun telah dapat mengganggu faal jantung.
8. Kanker lambung, ditemukan dua kali lebih banyak pada daerah dengan polusi tinggi.
9. Penyakit-penyakit lain, umpamanya iritasi mata, kulit dan sebagainya banyak juga dihubungkan dengan polusi udara. Juga gangguan pertumbuhan anak dan kelainan hematologik pernah diumumkan. Di Rusia pernah ditemukan hambatan pembentukan antibodi terhadap influenza vaccin di daerah kota dengan tingkat polusi tinggi, sedangkan di daerah lain pembentukannya normal.
No comments:
Post a Comment